Selasa, 10 Mei 2011

Bolehkah Mencintai Selain Allah?

Rabî'ah al-Adawiyyah pernah ditanya, "Apakah engkau mencintai Rasulullah saw.?" Dia menjawab, "Cintaku kepada Allah tidak menyisakan ruang untuk mencintai selain-Nya." Jawaban demikian kemudhan disalahpahami oleh sebagian kalangan, sehingga dikatakan bahwa Rabî'ah tidak mencintai Rasul.
Sebenarnya dalam tasawuf, cinta kepada Rasulullah saw. adalah entitas ('ayn) dari cinta kepada Allah, karena Nabi Muhammad saw. adalah fokus pengungkapan-diri-Allah (tajallî) yang paripurna. Karena itu, cinta kepada Allah berarti juga cinta kepada Rasulullah saw.
Dalam hal ini, al-Ghazâlî menulis: "Cinta kepada Rasulullah saw. adalah terpuji, karena merupakan 'ayn dari cinta kepada Allah, demikian pula cinta kepada para nabi dan orang-orang yang takwa". Mencintai yang dicintai oleh Allah berarti juga cinta kepada Allah. Maka, mencintai apa yang dicintai oleh Allah adalah termasuk bagian dari cinta kepada-Nya. Al-qur'an mengisyaratkan, "Katakanlah [wahai Muhammad], jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu". (Âl 'Imrân [3]: 31).
Manusia tidak dilarang mencintai dan menyayangi makhluk. Bahkan, Nabi saw. dalam hadis riwayat Abû Dâwud dan al-Tirmidzî menganjurkan, "Sayangilah orang yang ada di bumi, niscaya kamu akan disayangi oleh yang ada di langit." Akan tetapi, mencintai sesama makhluk tidak boleh menjadi penghambat untuk mencintai Allah. Cinta kepada sesama makhluk tidak bole melebihi cinta kepada Allah: "Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan [lebih kamu sukai] daripada jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." (at- Taubah [9]: 24).

Tidak ada komentar: